Kamis, 11 Agustus 2011

Arwin di duga merugikan negara 301 Miliar



 PEKANBARU (VOKAL)- Arwin menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) terhadap lima perusahaan, mantan Bupati Arwin AS, telah merugikan keuangan negara sebanyak Rp301 M. Dari uang itu, Arwin sendiri menerima sebesar Rp850 juta.

Ini terungkap dalam dakwaan Jaksa penuntut umum (JPU) yang dipimpin Mohd Roem SH, dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dibacakan secara bergantian Kamis (11/8), di Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru. Di hadapan majelis hakim yang diketuai Muefri SH, disebutkan, dalam kurun waktu Bulan April 2002 sampai dengan April 2005, Arwin telah menerbitkan izin IUPHHK-HT untuk lima perusahaan.

"Secara melawan hukum menerbitkan izin IUPHHK-HT kepada PT Bina Daya Bintara, PT Seraya Sumber Lestari, PT Balai Kayang Mandiri, PT Rimba Mandau Lestari dan PT Nasional Timber And Forest Product,"jelas JPU.

Menurut JPU, penerbitan izin kelima perusahaan itu telah melanggar Keputusan Menteri (Kepmen) Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 tentang pedoman pemberian izin IUPHHK-HT,  Kepmen nomor 21/Kpts-II/2001 tentang kriteria dan standar izin usaha pemanfaatan hasil usaha kayu hutan tanaman pada hutan produksi.

Usai mendengar tuntutan JPU, Majelis Hakim Tipikor Pekanbaru, Muefri SH, langsung meminta tanggapan terhadap terdakwa Arwin AS. Terdakwa lalu mempersilahkan Kuasa Hukumnya yang dipimpin Zulkifli Nasution untuk membacakan Eksepsi (keberatan) terhadap surat dakwaan JPU
.

"Tentang unsur yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp301 miliar lebih adalah merupakan dakwaan yang tidak dapat dijelaskan oleh Penuntut Umum tentang detail penghitungan," tukasnya


Arwin dijerat JPU dengan pasal 2 ayat (1) junto pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahunn 1999 pemberantasan tindak pidana korupsi, junto pasal 55 ayat (1) ke -1, junto pasal 65 ayat (1) KUHP.
(ari)


Ket foto : foto Arwin saat sidang di PN Pekanbaru

Rabu, 10 Agustus 2011

nAZAARRUDIN DI BALIK KEBOHONGAN DEMOKRAT

JAKARTA (VOKAL) - Pengamat politik dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (Kompak), Fadjroel Rachman, memastikan bahwa Partai Demokrat hingga saat ini belum memasukkan surat pemecatan Muhammad Nazaruddin. Secara langsung Fadjroel mendatangi Sekjen DPR untuk mengecek kebenaran klaim Demokrat yang mengatakan telah memecat buronan KPK itu sebagai anggota DPR RI.
"Jadi, Demokrat berbohong. Kalau begini, aku nggak jadi plontos dong," ujar Fadjroel usai mendatangi Sekjen DPR RI, Rabu (10/8). Mantan aktivis reformasi 1999 ini sempat menyatakan nazar untuk menggunduli kepalanya jika Nazaruddin benar dipecat oleh Partai Demokrat.
Dengan kepastian ini, Fadjroel meyakini hingga Demokrat sama sekali belum mengeluarkan surat resmi pemecatan Nazaruddin. terlebih, saat dirinya menanyakan keberadaan surat tersebut ke Wakil Sekjen Demokrat, Ramadhan Pohan, Fadjroel justru mendapat jawaban bahwa surat tersebut merupakan rahasia partai.
"Menurut UU MPR/DPR/DPD/DPRD pasal 213, PAW di huruf E diusulkan partai politik sesuai dengan aturan perundangan. Jadi, tidak ada usulan dari Demokrat sehingga Nazar masih anggota DPR dan digaji uang pajak kita," tegas Fadjroel.
Dari Sekjen, Fadjroel hanya mendapati bahwa benar Nazaruddin telah memasukan surat pengunduran dirinya sebagai anggota Dewan. Namun, surat yang masuk pada 20 Juli ini tidak bisa diproses oleh DPR karena tidak memenuhi syarat, yaitu harus disertai oleh bukti materai Rp 6.000.
Besok rencananya Fadjroel akan kembali mendatangi Sekjen DPR untuk meminta foto kopi surat pengunduran diri Nazaruddin yang tidak bermaterai itu. "Untuk Demokrat, tunjukan kepada rakyat surat resmi pemecatan Nazaruddin jika memang mereka sudah mengeluarkannya," tantangnya.